TINJAUAN ETIS-TEOLOGIS PENDIRIAN
TUGU DI SIMALUNGUN DAN RELEVANSINYA BAGI GEREJA MASA KINI
4.1 Etika
4.1.1 Pengertian Etika
kata
etika asalnya dari beberapa kata Yunani yang hampr sama bunyinya, yaitu ethos
dan éthos
atau ta ethika dan ta éthika. Kata ethos artinya kebiasaan, adat. Kata éthos lebih berarti
kesusilaan, perasaan batin, atau
kecenderungan hati dengan nama seseorang melaksanakan sesuatu perbuatan. Dalam
bahasa latin istilah-istilah éthos dan éthikos
itu disebutkan dengan kata “mos”,
dan “moralitas”. Oeh sebab itu, kata
”etika” sering pula diterangkan dengan kata “moral”.[1] Sehingga dapat disebutkan bahwa secara umum etika itu adalah perintah norma dan sikap hati yang baik dalam melakukan suatu perbuatan dan etika itu disebut sebagai ilmu yang menyelidiki dan memberi norma atau pedoman bagaimana manusia bertingkah laku yang baik dalam setiap aspek kehidupannya.
”etika” sering pula diterangkan dengan kata “moral”.[1] Sehingga dapat disebutkan bahwa secara umum etika itu adalah perintah norma dan sikap hati yang baik dalam melakukan suatu perbuatan dan etika itu disebut sebagai ilmu yang menyelidiki dan memberi norma atau pedoman bagaimana manusia bertingkah laku yang baik dalam setiap aspek kehidupannya.
Etika merupakan pengetahuan yang normative.
Ia memajukan masalah tentang apa yang
baik.
Apa
yang baik itu?
Di
pandang dari sudut kepercayaan pada
Hukum Taurat dan Injil Allah, maka jawabnya haruslah: segala yang dikehendaki Allah, itulah yang baik. Itulah pokok Etika
Teologi. Masalah dalam Etika Teologis ialah: apakah yang dikehendaki oleh Allah
dari manusia yang diciptakan menurut gambar-Nya itu?
Bagaimanakah
sikap manusia terhadap kehendak Allah?
Bagaimanakah
manusia, yang memberontak terhadap Allah, mendapatkan hidup baru?
Di
manakah sumber hidup baru dan ketaatan yang baru itu?
Apakah
arti ketaatan baru terhadap Hukum Taurat Allah di dalam kenyataan kehidupan
sehari-hari?
Bagaimanakah
kenyataan hidup ini dapat selaras dengan Hukum Taurat Allah?
keadaaan kita dan hidup kita harus menurut menurut janji dan tuntutan manakah?
keadaaan kita dan hidup kita harus menurut menurut janji dan tuntutan manakah?
Apakah
tujuan hidup kita menurut kehendak Allah?
Pertanyaan-pertanayaan
ini merupakan masalah-masalah pokok dalam Etika Teologis.[2]
4.1.2 Teori Pendekatan etika
Kristen
Semua
orang Kristen setuju bahwa menentukan suatu perbuatan benar atau salah adalah:[3]
a) Allah
adalah pusat sumber deri semu apa yang baik dan sebagai hakim yang
terakhir yang mentuka perbuatan itu baik
atau tidak. Maka segala sesuatu norma untk etika Kristen adalah bersumber dari
Allah dan manusia bertanggung jawab atas apa yang dikehendaki oleh Allah.
b) Dasar
etika kristen adalah iman kepada Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus.
Maka etika Kristen adalah merupakan respon kepada kasih karunia Allah yang
menyelamatkan.
c) Etiak
Kristen mempunyai dasar yang utama yaitu
kasih dan kewajiban. Manusia disimpulkan dalam kasih, yaitu mengasihi Allah dan
sesama seperti manusia itu sendiri.
d) Etika
Kristen berhubungan dengan perbuatan yang nampak dengan sikap hati atau
motivasi dalam bertindak. Alkitab adalah sumber utama untuk teologi dan etika
Kristen. Karena dalam Alkitab kita mendapati pemahaman tentang kehendak Allah.
e)
Etika Kristen meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia maka kita harus mencari kehendak Allah untuk setiap
aspek kehidupan. Meskipun semua orang Kristen mengakui bahwa yang menentukan
salah atau benar adalah kehendak Allah. Namun yang menentukan kehendak Allah
dalam segala aspek kehidupan ada beberapa teori pendekatan etika yaitu: yang
pertama adalah Deuntological ethis yaitu pengetahuan tentang kewajiban
karakteristik perbuatan baik adalah perbuatan yang merupakan kewajiban tanpa
menghiraukan akibatnya. Yang sesuai dengan Hukum dan kehendak Allah. Dan yang
kedua adalah Teleological Ethis. Teori ini menekankan nilai-nilai kekristenan
dan tujuan dari perbuatan dikatakan baik ditentukan hasil akhir yang
diakibatkannya.. serta yang ketiga adalah Etika Tanggung Jawab (Responsible
Ethis). Teori ini menekankan yang
penting kita tanyakan sebelum kita mengambil suatu keputusan bukan apa yang
baik secara Hukum tetapi apa yang secara kontekstual yang paling bertanggung
jawab.
4.1.3 Faktor-faktor dalam
Pengambilan Keputusan Etis
4.1.4 Cara Pengembilan Keputusan
Etis
4.2 Pandangan Etika Kristen Terhadap
Penghormatan kepada orang tua yang sudah Meninggal
Secara
biblis telah dibuktikan tidak ada lagi hubungan ynag mati dan orang yang telah
meninggal (Peng. 9:5-6; Luk.16:20-25) jadi pemujaan kepada roh nenek
moynagadalah hal yang tidak kristiani dan ini adalah bentuk pembangkangan
terhadap etika Kristen. Dalam torah yang Ke-2 di tegaskan bahwa Allah melarang
bangsa Israel untuk membuat
patung yangmenyerupai apapun dan dimanapun, Allah melarang bangsa itu Israel untuk
menyembah hal-hal yang demikian (Kel.20:4-5). Menghormati orang tua diilakukan
pada waktu mereka masih hidup, jika hal tersebut dilakukan setelah meninggal
itu tidak ada lagi gunanya bagi mereka. Apallagi mem,persembahkan sesuaut bagi
mereka yan meminta berkat maka hal ini sama sekali tidak benar. Tuhan melarang
umatNya untuk memper-allah atau mendewakan nenek moyang , Dia melarang untuk
menyampaikan kurban-kurban dan sajian-sajian.[4]
Manusia adalah gambar dan rupa
Allah Tselem dan Demuth Yahweh. Namun
walaupun demikian manusia bukanlah Allah, Allah adalah pencipta dan manusia adalah ciptaan. Ada nisbah pemisah antara Allah dengan Allah
dan manusia. Artinya manusia senantiasa dipelihara oleh hukum dan kehendak
Allah sampai selama-lamanya, jadi ketaatan manusia kepada Allah bersifat kekal.[5]
Walaupun manusia diharuskan taat sepenuhnya terhadap Allah bukan berarti bahwa
mereka tidak boleh menghormati orang tuanya, dalam Mark. 7:9-13, Tuhan Yesus
mengkritik system adat masyarakat Yahudi yang terlalu menekankan hormat kepada
ahli-ahli taurat dan mengabaikan hormat pada orang tua. Yesus menekankan bahwa
bahwa orang tua harus dihormati tapi wujud hormat itu tidak boleh sampai
menyembah mereka sehingga menduakan Allah. menurut torah yang ke-5 hormat
kepada orang tua adalah wujud dari penghormatan kepada Allah dengan cara
peduli, menghargai, memelihara dan memperhatikan.[6] Torah ke -5 ini juga adalah perintah Tuhan
agar seluruh umat menghargai dan peduli terhadap orang tua sebagai Tselem dan Demuth Yahweh, sebagai representative dari Allah yang memelihara
keluarga.
Manusia diberikan Allah kebebasan
tapi kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab, kebebasan
untuk melakukan hal-hal yang berkenan bagi Allah serta bertanggung jawab dalam
melaksanakan kehendakNya.[7]
Karena pengaruh utama bagi etika seseorang adalah iman seseorang itu.[8]
Iman Kristen adalah dinamis dan selalu berpusat pada Kristus yang didalamnya
Allah berkarya, dan berkat keselamatan kepada seluruh orang percaya mengalir
dari kurban_nya di Golgata. Jadi tidak ada berkat dari roh leluhur, karena
sebagai yang ada di dunia adalah ciptaan Allah, jadi adalah keliru bila kita
menyembah ciptaan-Nya serta mengabaiakan-Nya
Iman yang benar akan memberikan
dampak yang nyata dan Iman yang membebaskan. Iman Kristen adalah pembebasan,
bebas dari pemujaan pada hal yang palsu,sesat dan bebas dari ketertindasan.
Karena itu Iman Kristen harus berkarya sebagai wujud hormat pada Tuhan karena ciptaan-Nya
yang besar, wujud hormat inilah yang memotivasi kekristenan untuk turut
membangun Iman dan Negara.[9]
Karena Iman bukan hanya perkara teleologis
tapi esensinya adalah deontologist. Jadi
dengan demikian penulis mengambil sikap bahwasanya pergi kekuburan dengan
mempersembahkan sesuatu dengan tujuan untuk mendapat berkat adalah tidak benar.
Tidak ada hubungan aplikatif dari torah ke-5 dengan ritual kepercayaan pribumi,
baik itu mangongkal holi, membangun
tugu, memberikan sesajen, dan mendatangkan berkat sesudah kita menghormati
orang yang sudah meninggl. Karena semuanya itru adalah sikap yang tidak
berkenan dihadapan Allah. Mengormati orang tua yang sudah meninggal bukanlah
merupakan sikap orang Kristen yang sesungguhnya tetapi dengan meneruskan nilai-nilai
kebaikan yang telah dilakukan orang tua kita semasa hidupnya untuk kita
wariskan pada generasi berikutnya. Keterpisahan roh dan tubuh yang menimbulkan
kematian sekaligus menjadi keterputusan hubungan orang mati dengan orang yang
hidup. Artinya yang mati itu tidak lagi dapat berkomunikasi, berbuat baik atau berbuat jahat terhadap orang yang
masih hidup. Namun Paulus dengan tegas mengatakan bahwa Kristus adalah Tuhan
bagi orang yang masih hidup dan yang mati. Sedangkan orang-orang percaya
kepadaNya tidak dapat dipisahkan oleh apapun, termasuk oleh kematian, dari
TUhan (Rm. 8:38-39). Berdasarkan ayat inilah dipahami hubungan orang yang hidup
dan yang mati ada berada dalam Kristus, yaitu sebagai Familia Dei. Artinya tidak
ada dan tidak mungkin dapat berhubungan dengan orang-orang yang sudah
meninggal. Akan tetapi karena Kristus adalah Tuhan orang yang hidu dan yang
mati, maka di dalam dan oleh Kristus kita dipersatukan, baik orang yang hidup
dan yang mati. Kepercayaan inilah yang memberikan pengharapan, bahwa di dalam
dan oleh Tuhan kita dapat bertemu dengan
orang-orang yang sudah meninggal. Itu pula sebabnya dikatakan bahwa orang yang
mati di dalam Tuhan adalah orang yang berbahagia (Why. 14:13). Kematian itu
adalah sementara saja, sebab akan disusul dengan kebangkitan , sebagaimana
Kristus yang telah bangkit. Kematian bukan lagi akhir kehidupan melainkan
menjadi proses kehidupan menuju kehidupan yang kekal. Itulah sebabnya Paulus
berkata kematian adalah keberuntungan
bagiku (Fil. 1:21), sebab tanpa kematian dan kebangkitan kehidupan yang
kekal tidak mungkin diperoleh.
4.4 Pandangan Alkitab Tentang Roh Orang yang Sudah
Meninggal
4.3.1 Tubuh Mati dan Roh kembali kepada Allah
Ada
dua pandangan setelah kematian, yang mengatakann tubuh mati dan roh tidak ikut
mati. Pertama, roh orang benar yang percaya dan beriman,. Sekalipun ia
dikatakan sudah mati namun rohnya akan selalau hidup (bnd Mat.22:32;) dan
bersama-sama dengan Allah (Luk. 16:22). Dalam arti inilah dipahami roh orang
mati kembali kepada Allah. Kedua roh orang-orang jahat dan yang tidak benar
dihadapan Allah akan ditahan, dikumpulkan sampai menunggu hari penghakiman (I
Ptr. 3: 19-20, I Ptr. 4:6). Dalam 2 Ptr 2: 9 dikatakan: “ maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari
pencobaan dan tahu menyimpan orang-orang jahat untuk disiksa pada hari
penghakiman”. Memang untuk memahami teks diatas, tentutidak terlepas dari
pergumulan dan masalah yang dihadapi oleh Petrus. Pergumulan yang dialami
Jemaat Petrus memberi inspirasi –pengilhaman, mengenai
keberadaan orang mati. Nats tersebut pasti tidak lepas dari pertanyaan Jemaat
tantang mengapa semakin merajalela pelaku-peklaku kejahatan, penindas dan
penyiksa orang percaya dan bagaimana nasib orang-orang Kristen yang sudah
meninggal itu. Solusi untuk itu Petrus menyebutkan bahwa Yesus Kristus Pergi
menginjili roh-roh didalam Penjara. Berdasarkan
pemahaman ini munllah pemahaman dogmatis sebagaiman dimuat di dalam pengakuan
iman Rasuli “turun ke dalam Kerajaan maut” dalam rangka pemberitaan Injil
tersebut.[10]
Secara
pasti yang tidak bisa dielakkan bahwa Badan yang diciptakan harus mengalami
kematian dan pembusukan. Alkitab menyebut bahwa kematian adalah akibat dari
dosa (Kej.2:17).[11]
Tubuh orang setelah mati disebut dengan daging dan dalam bahasa Ibrani kata
yang digunakan untuk menunjukkan daging adalah basar (בשך) yang berarti daging, merupakan unsur utama tubuh atau badan
manusia (Kej. 40:19), juga binatang (Im 6:27). Dalam Pengkotbah 12:7 dikatakan “dan debu kembali menjadi tanah seperti
semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”, hal ini menunjukkan
adanya kesamaan manusia dengan binatang (hewan). Dengan perkataan klain bahwa
sebenarnya bukan kita yang menguasai hidup kita.[12]
Dalam PL
kematian dipandang sebagai suatu hal yang mengerikan (Mzm 55:4), suatu
kecelakaan dan kepahitan (I Sam 15:42). Dalam bahasa Ibrani kematian disebut
dengan kata maweth (מוה)
yang artinya adalah maut kematian (Im. 11:31 ; Bil. 16:29 ; I Sam 20:31 : Mzm
13:14).[13]
Kata ini juga dipakai menuju proses kematian
(Kej 21:16), masa kematian (Kej. 27:7). Kematian merupakan symbol dari
kebinasaan yang dibawa dosa kedallam dunia. Manusia harus kembali kepada
tanah sebab manusia itu berasal dari
tanah (Kej. 3:19).[14]
Kematian memang ditetapkan kepada setiap manusia (2 Sam. 14:14), namun
ketetapan itu menakutkan manusia. Dan manusia yang mati itu akan turun kedalam syeol.[15]
4.3.2 Manusia Mati secara Totalitas
Pandangan
yang mengatakan bahwa kematian manusia adalah juga kematiaqn tubuh dan ronya,
tentu memiliki alasan, baik secara Alkitabiah dan Filosofis. Secara Filosofis manusia yang hidup adalah
yang mempunyai tubuh dan roh, tubuh adalah fana dan roh adalah kekal. Dalam
pemahaman ini, keberadaan manusia harus dipahami secara totalitas. Bahkan
manusia jasmani tanpa manusia rohani
tidak boleh dibedakan. Tidak ada
manusia jasmani tanpa manusia rihani, demikian juga sebaliknya. Manusia hidup
atau mati harus dipahami secara utuh, mempunyai tubuh dan roh. Oleh karena itu,
pandangan ini mengatakan kalaun manusia mati, maka kematiannya adalah secara
totalitas, baik tubuhnya maupun rohnya. Manusia tidak terpisahkan dari tubuh
dan roh. Manusia tidak mungkin mengalami mati hanya sebahagian dari
keberadaanya, sedangkan yang sebagian lagi kebal terhadap kematian. Sebab hanya
Allah sendirilah yang tidak takluk kepada maut atau kematian itu (I Tim. 6:16).
Lagipula, dosa terjadi bukan hanya karena tubuh, atau hanya karena jiwa dan
rohnya, melainkan tubuh dan jiwa atau roh itulah yang berdosa. Dengan demikian
tubuh dan jiwa atau roh berada dalam penghukuman Allah, yaitu kematian.[16]
Secara
biblis tidak ada satu roh manusia pun
yang masih ada didunia ini setelah manusia tersebut meninggal dunia.
Karena saat manusia meninggal maka seutuhnya dia sebagai manusia juga turut
meninggal dan ditempat khusus yang disebut sheol
atau hades. Jadi dapat dikatakan
bahwa tidak ada tempat bagi roh manusia didunia ini setelah ai meninggal.
Dengan demikian roh yang ada didunia ini bahkan roh yang mengaku sebagai nenek
moyang sekalipun, itu bukanlah roh manusia tapi si jahat yang menyamar (band.
II kor. 11:14). [17] Dalam terjemahan septuaginta bahwa roh orang
yang sudah meninggal ditemukan dalam bentuk νεκρος (nekros) yaitu common noun yang
menunjuk dearperson or body dalam
bentuk adjektifnya diartikan dead. Kata
ini digunakan untuk manusia dan hewan atau benda yang tidak bernyawa (things without life). [18]
Bagi
rumpun masyarkat Penghormatan Terhadap Nenek Moyang, hampir diseluruh Indonesia
tugu-tugu dan patung yang dibangun sebagai refresentatif dari kehadiran nenek
moyang bukan sekedar tugu atau kuburan biasa tapi merupakan pusat kekuatan yang
menghubungkan orang yang hidup dan yang sudah mati. Dalam upacara ini diadakan
ritual menari dan menyanyi dengan meminta berkat pada nenek moyang sebagai
balasan karena keturunannya telah menyediakan tempat yang baik bagi mereka.
Terkadang tulang belulang itu dibawa dan disimpan dirumah, diberikan tuak ,
rokok dan berbagai makanan yang disukai semasa hidupnya. Dan ada juga yang
menyimpan peti mati dari leluhurnya didalam rumah.[19]
Kegiatan lain yang sering dilakukan dalam tradisi kepercayaan local seperti
membawa makanan kekuburan dengan tujuan meminta berkat, mempersembahkan makanan
tertentu keatas para-para, atau
kekamar, kedinding dll. Dan hal lain yang sering dilakukan sebagai penghormatan
kepada nenek moyang adalah membangun tugu yang diyakini sebagai symbol alikatif
dari torah ke-5.[20]
Dalam
Kolose 3:3 Paulus memeahami kematian sebagai “kepergian kepada kehidupan
bersama-sama Kristus yang tersembunyi pada Allah”. Roma 14: 7-9 menekankan
dengan sangat baghwa mereka , hidup dan mati adalah milik Tuhan dan bahwa Yesus
adalah Tuhan atas orang-orang yang hidup dan mati. Kelnjutan persekutuan dengan
Kristus adalah berdasarkan kasih Allah, yaitu kesetian-Nya (Rm.8:31-39), yang
dialami oeh orang percaya, oleh karena Roh Kudus telah dicurahkan kedalam
hati-Nya (Rm.5:5). [21]
Mematuhi Hukum Taurat yang Ke-5
Seperti
yang sudah dibahas pada poin sebelumnya bahwa bahwa pendirian tugu di
Simalungun merupakan salah satu bentuk kepatuhan seseorang terhadap hukum
taurat yang ke-5. setelah
kekristenan menyebar ke tanah Batak, penghormatan kepada orang tua yang juga
merupakan saluran berkat dari Allah telah bergeser melalui penjelasan hukumNya
ataupun ketetapan-ketetapan lainnya. Yang berarti penghormatan kepada orang tua
adalah pengakuan atas wibawa dan martabat yang tertinggi yang diberikan Allah kepada
orang tua itu. Alah telah mengangkat mereka itu menjadi orang tua, oleh sebab
itu pattut untuk dihormati. Penggalian tugu, penggalian tulang-belulangbukan
lagi merupakan bersifat animis, tetapi tergerak oleh pemahaman oleh konsep
menghormati orang tua dalam hukm ke-5 (Kel. 20:12). Konsep ini dilihat dari
cara Israel
yang menghormati orang tuanya. Yakub mengamanatkan kepada Yusuf apabila ia
meninggal supaya di kuburkan di kanaan di dalam gua di lading Efron (kuburan
leluhurnya). Yusuf melakukan amanat
orang tua yang dapat dikategorikan sebagai penghormatan, karena anak-anaknya
pesan orang tuanya selama hidupnya.[22]
Setelah hukum Taurat, baik dalam PL dan PB ada beberapa nats Alkitab yang
memberi penekanan menghormati orang tua serta upahnya (Ams. 23:22 ; Kej. 46:29
; Rm. 13:2). Hal inilah yang mendorong untuk menghormati orang tua , bukan lagi
dalam kekafiran, tetapi berada dalam terang kebenaran Allah.[23]
Namun haruslah dipahami menurut hukum taurat yang ke-5 kata hormat pada oaring
tua adalah wujud dari penghormatan kepada Allah dengan peduli, menghargai,
memelihara, memperhatikan, dalam wujud dan dalam artian yang konkret.[24]
Jadi aplikasinya adalah pada keadaaan yang nyata, yaitu saat masih hidup dan
bukan penghormatan itu dilakukan setelah seseorang itu meninggal. Sehingga
penulis mengambil kesimpulan bahwasanya tidak ada kaitan darin hukum taurat
yang ke-5 dengan pendirian tugu, mangongkal
holi, memberikan makanan kepada leluhur. Sebab itu sudah merupakan sikap
sinkritisme penghormatan masyarakat Simalungun.
[1] J. Verkuyl, Etika Kristen, Jakarta:BPK-GM,
2008, 1
[2] Ibid., 3
[3] K. Manurung, Rekaman Catatan Mata Kuliah Etika Tingkat II, Medan, 13 Februari 2008
[4] J. Verkuyl, Etika Kristen Kapita Selekta, Jakarta:BPK-GM, 1986,
hlm.31
[5] Ibid., hlm. 32
[6] Karel Sosipater, Etika
Perjanjian Lama, Jakarta:
Suara Harapan Bangsa, 2010, hlm.92
[7] K.Bertens, Etika , Jakarta: PT: Gramedia, 1994, hlm.91
[8] Malcolm Brownlee, Pengambilan
Keputusan Etis, Jakarta:
BPK-GM, 1989, hlm.70
[9] Soedjatmoko, Etika
Pembebasan, Jakarta:LP3S,
1984, hlm. 207-210
[10] Darwin Lumbantobing, Ibid, 367
[11] C.S. Lewis, Miracles, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 2 M-Z,
Jakarta:
YKBK/OMF, 1992, 35
[12] R. Soedarmo, Pengkotbah, Jakarta:YKBK/ OMF, TT, 95
[13] Karl Feyerabend, Legenscheidt Sastra Poket Hebrew Dictionary,
Germany:
Legenscheidt Hodder and Soughton, 1961, 171
[14] William Drynes, Tema-Tema dalam Teologi Perjanjian lama, Malang: Gandum Mas, 2004,
217
[15] Bnd, William Drynes, Ibid, 218-219; cirri khas syeol adalah tidak ada kelangsungan
hidup di dalamnya. Di tempat inilah orang akan mendapatkan perhentian bersama
nenek moyangnya (Kej. 37:35 ; I Raj. 2:10). Bagi manusia tempat ini adalah
tanpa harapan tetapi Allah menebus orang yang percaya dari kuasa syeol (Mzm 49:6).
[16] Darwin Lumbantobing, Ibid, 366-367
[17] Kasus perempuan Endor yang
memanggil roh Samuel ini sampai sekarang masih merupakan perdebatan bagi para
teolog. Apakah benar roh yang muncul itu adalah Samuel? Jadi apakah dukun berhak memanggil dan
mengatur roh Samuel yang adalah orang yang semasa hidupnya adalah abdi setia
Allah? Pertanyaan-pertanyaan inil
sangatlah membingungkan dan jawaban yang muncul saat ini sangatlah bervariasi.
Menurut tradisi jahudi berdasarkan I Taw 10:13 dan kitab sirakh
(deutro-kanonika) 46:20, apa yang tertulis secara literal dalam I Sam. 28
adalah benar-benar nyata. Yang muncul itu adalah Samuel. Karena bagaimana[pun
memanggil roh itu bertentangan dengan Firman Tuhan teapi mereka tidak meragukan
kesanggupan dukun untuk melakukannya. Menurut tradisi Kristen terutaman
bapa-bapa gereja dan tokoh reformatories, yang muncul dalam I Sam. 28 itu
bukanlah Nabi Samuel melainkan Iblis yang menyamar. Lagipula tidak mungkin
orang ayang beiman kepada Allah dapat dikuasai oleh iblis dan dapat dipanggil
oleh dukun.dan menurut pandangan teolog pencerahan, penampakan Samuel hanyalah khyalann
saja. Saul hanya diperdaya oleh dukun karena pikiran Saul sedang terganggu
karena stress yang dialaminya karena Tuhan meninggalkannya ditambah lagi esok
hari ia akan berperang dengan orang Flistin dan ia sangat ketakutan. Serta
menurut pandangan Kristen ortodoks (Keil dan Delitzsch) 1875, menyatakan bahwa
benar roh Nabi Samuel-lah yang muncul dan memberitakan malapetaka kepada Saul
tapi itu terjadi bukan karena usaha Gaib dukun tapi karena perintah khusus dari
Allah. Hal ini juga sehakikat dengan penampakan Elia dan Musa sebagai manusia
yang di muliakan (Mat.17:1-8). Dari keempat pandangan itu penulis cenderung
menerima pandangan Kristen ortodok
karena sesuai dengan teologi Kristen. Artikel L. Baker dengan judul “Memanggil Arwah” dalam buku Pemikiran
tentang Batak , B.A
Simanjuntak (ed.), Medan:
Pusat Dokumentasi Universitas Nomensen, 1986, hlm.64-67
[18] Gerhard kittel (ed), Theological
DictionaryOf The New Testament Vol II, Michigan :WM.B Eerdmans
Publishing Co, 1942, p.892, dalam Perjanjian Baru aktifitas roh jahat samgat
agresif beberapa kali ditemukan baik dalam pemujaan dewi Artemis di Efesus
(Kis. 19:27-35) dalam pelayanan Tuhan Yesus (Mark.1:24) kesaksian anak-anak
Skewa(Kis.19:13-20).dalam hal ini bahwa roh jahat yang agresif yang bahkan merasuki manusia ini diusir oleh
Tuhan Yesus (Mark. 5:1-20). Dipihak lain pada perjalan Paulus juga kita dapat
melihat bagaiama sikap Paulus terhadap wanita penenungdi Filippi, Paulus
langsung dengan kuasa Yesus mengusirnya (Kis 15:16-18). Dalam hal ini terlihat
bahwa roh jahat sangat agresif dalam menggangu manusia
[19] Lothar Scheiner, Op.Cit.,
hlm 176-179
[20] Darwin Lumbantobing, Op.Ci.t, hlm.351-353
[21] Lothar Scheiner, Op.Cit.,
200
[22] H. Gultom, Penggalian Tulang-Belulang, Jakarta:
BPK-GM, 1991, 34-35
[23] A.A Sitompul, Manusia dan Budaya, Jakarta: BPK-GM, 2000, 146
[24] Karel Sosipater, Op.Cit., 92