Senin, 25 Maret 2013

TINJAUAN ETIS-TEOLOGIS PENDIRIAN TUGU DI SIMALUNGUN DAN RELEVANSINYA BAGI GEREJA MASA KINI


TINJAUAN ETIS-TEOLOGIS PENDIRIAN TUGU DI SIMALUNGUN DAN RELEVANSINYA BAGI GEREJA MASA KINI
4.1 Etika
4.1.1 Pengertian Etika 
kata etika asalnya dari beberapa kata Yunani yang hampr sama bunyinya, yaitu ethos dan  éthos atau ta ethika dan ta éthika. Kata ethos artinya kebiasaan, adat. Kata éthos  lebih berarti kesusilaan, perasaan batin, atau kecenderungan hati dengan nama seseorang melaksanakan sesuatu perbuatan. Dalam bahasa latin istilah-istilah éthos  dan éthikos itu disebutkan dengan kata “mos”, dan “moralitas”. Oeh sebab itu, kata
”etika” sering pula diterangkan dengan kata “moral”.[1] Sehingga dapat disebutkan bahwa secara umum etika itu adalah perintah norma dan sikap hati yang baik dalam melakukan suatu perbuatan dan etika itu disebut sebagai ilmu yang menyelidiki dan memberi norma atau pedoman bagaimana manusia bertingkah laku yang baik dalam setiap aspek kehidupannya.
  Etika merupakan pengetahuan yang normative. Ia memajukan masalah tentang apa yang baik.
Apa yang baik itu?
Di pandang dari sudut kepercayaan  pada Hukum Taurat dan Injil Allah, maka jawabnya haruslah: segala yang dikehendaki Allah, itulah yang baik. Itulah pokok Etika Teologi. Masalah dalam Etika Teologis ialah: apakah yang dikehendaki oleh Allah dari manusia yang diciptakan menurut gambar-Nya itu?
Bagaimanakah sikap manusia terhadap kehendak Allah?
Bagaimanakah manusia, yang memberontak terhadap Allah, mendapatkan hidup baru?
Di manakah sumber hidup baru dan ketaatan yang baru itu?
Apakah arti ketaatan baru terhadap Hukum Taurat Allah di dalam kenyataan kehidupan sehari-hari?
Bagaimanakah kenyataan hidup ini dapat selaras dengan Hukum Taurat Allah?
            keadaaan kita dan hidup kita harus menurut menurut janji dan tuntutan manakah?
Apakah tujuan hidup kita menurut kehendak Allah?
Pertanyaan-pertanayaan ini merupakan masalah-masalah pokok dalam Etika Teologis.[2]
4.1.2 Teori Pendekatan etika Kristen
Semua orang Kristen setuju bahwa menentukan suatu perbuatan  benar atau salah adalah:[3]
a)      Allah adalah pusat sumber deri semu apa yang baik dan sebagai hakim yang terakhir  yang mentuka perbuatan itu baik atau tidak. Maka segala sesuatu norma untk etika Kristen adalah bersumber dari Allah dan manusia bertanggung jawab atas apa yang dikehendaki oleh Allah.
b)      Dasar etika kristen adalah iman kepada Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus. Maka etika Kristen adalah merupakan respon kepada kasih karunia Allah yang menyelamatkan.
c)      Etiak Kristen mempunyai dasar yang utama  yaitu kasih dan kewajiban. Manusia disimpulkan dalam kasih, yaitu mengasihi Allah dan sesama seperti manusia itu sendiri.
d)     Etika Kristen berhubungan dengan perbuatan yang nampak dengan sikap hati atau motivasi dalam bertindak. Alkitab adalah sumber utama untuk teologi dan etika Kristen. Karena dalam Alkitab kita mendapati pemahaman tentang kehendak Allah.
e)      Etika Kristen meliputi seluruh aspek kehidupan manusia maka kita harus mencari kehendak Allah untuk setiap aspek kehidupan. Meskipun semua orang Kristen mengakui bahwa yang menentukan salah atau benar adalah kehendak Allah. Namun yang menentukan kehendak Allah dalam segala aspek kehidupan ada beberapa teori pendekatan etika yaitu: yang pertama adalah Deuntological ethis yaitu pengetahuan tentang kewajiban karakteristik perbuatan baik adalah perbuatan yang merupakan kewajiban tanpa menghiraukan akibatnya. Yang sesuai dengan Hukum dan kehendak Allah. Dan yang kedua adalah Teleological Ethis. Teori ini menekankan nilai-nilai kekristenan dan tujuan dari perbuatan dikatakan baik ditentukan hasil akhir yang diakibatkannya.. serta yang ketiga adalah Etika Tanggung Jawab (Responsible Ethis).  Teori ini menekankan yang penting kita tanyakan sebelum kita mengambil suatu keputusan bukan apa yang baik secara Hukum tetapi apa yang secara kontekstual yang paling bertanggung jawab.
4.1.3 Faktor-faktor dalam Pengambilan Keputusan Etis
4.1.4 Cara Pengembilan Keputusan Etis   
 4.2 Pandangan Etika Kristen Terhadap Penghormatan kepada orang tua yang sudah Meninggal
Secara biblis telah dibuktikan tidak ada lagi hubungan ynag mati dan orang yang telah meninggal (Peng. 9:5-6; Luk.16:20-25) jadi pemujaan kepada roh nenek moynagadalah hal yang tidak kristiani dan ini adalah bentuk pembangkangan terhadap etika Kristen. Dalam torah yang Ke-2 di tegaskan bahwa Allah melarang bangsa Israel untuk membuat patung yangmenyerupai apapun dan dimanapun, Allah melarang bangsa itu Israel untuk menyembah hal-hal yang demikian (Kel.20:4-5). Menghormati orang tua diilakukan pada waktu mereka masih hidup, jika hal tersebut dilakukan setelah meninggal itu tidak ada lagi gunanya bagi mereka. Apallagi mem,persembahkan sesuaut bagi mereka yan meminta berkat maka hal ini sama sekali tidak benar. Tuhan melarang umatNya untuk memper-allah atau mendewakan nenek moyang , Dia melarang untuk menyampaikan kurban-kurban dan sajian-sajian.[4]
            Manusia adalah gambar dan rupa Allah  Tselem dan Demuth Yahweh. Namun walaupun demikian manusia bukanlah Allah, Allah adalah pencipta dan  manusia adalah ciptaan. Ada nisbah pemisah antara Allah dengan Allah dan manusia. Artinya manusia senantiasa dipelihara oleh hukum dan kehendak Allah sampai selama-lamanya, jadi ketaatan manusia kepada Allah bersifat kekal.[5] Walaupun manusia diharuskan taat sepenuhnya terhadap Allah bukan berarti bahwa mereka tidak boleh menghormati orang tuanya, dalam Mark. 7:9-13, Tuhan Yesus mengkritik system adat masyarakat Yahudi yang terlalu menekankan hormat kepada ahli-ahli taurat dan mengabaikan hormat pada orang tua. Yesus menekankan bahwa bahwa orang tua harus dihormati tapi wujud hormat itu tidak boleh sampai menyembah mereka sehingga menduakan Allah. menurut torah yang ke-5 hormat kepada orang tua adalah wujud dari penghormatan kepada Allah dengan cara peduli, menghargai, memelihara dan memperhatikan.[6]  Torah ke -5 ini juga adalah perintah Tuhan agar seluruh umat menghargai dan peduli terhadap orang tua sebagai Tselem dan Demuth Yahweh, sebagai representative dari Allah yang memelihara keluarga.
            Manusia diberikan Allah kebebasan tapi kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab, kebebasan untuk melakukan hal-hal yang berkenan bagi Allah serta bertanggung jawab dalam melaksanakan kehendakNya.[7] Karena pengaruh utama bagi etika seseorang adalah iman seseorang itu.[8] Iman Kristen adalah dinamis dan selalu berpusat pada Kristus yang didalamnya Allah berkarya, dan berkat keselamatan kepada seluruh orang percaya mengalir dari kurban_nya di Golgata. Jadi tidak ada berkat dari roh leluhur, karena sebagai yang ada di dunia adalah ciptaan Allah, jadi adalah keliru bila kita menyembah ciptaan-Nya serta mengabaiakan-Nya
            Iman yang benar akan memberikan dampak yang nyata dan Iman yang membebaskan. Iman Kristen adalah pembebasan, bebas dari pemujaan pada hal yang palsu,sesat dan bebas dari ketertindasan. Karena itu Iman Kristen harus berkarya sebagai wujud hormat pada Tuhan karena ciptaan-Nya yang besar, wujud hormat inilah yang memotivasi kekristenan untuk turut membangun Iman dan Negara.[9] Karena Iman bukan hanya perkara teleologis tapi esensinya adalah deontologist. Jadi dengan demikian penulis mengambil sikap bahwasanya pergi kekuburan dengan mempersembahkan sesuatu dengan tujuan untuk mendapat berkat adalah tidak benar. Tidak ada hubungan aplikatif dari torah ke-5 dengan ritual kepercayaan pribumi, baik itu mangongkal holi, membangun tugu, memberikan sesajen, dan mendatangkan berkat sesudah kita menghormati orang yang sudah meninggl. Karena semuanya itru adalah sikap yang tidak berkenan dihadapan Allah. Mengormati orang tua yang sudah meninggal bukanlah merupakan sikap orang Kristen yang sesungguhnya tetapi dengan meneruskan nilai-nilai kebaikan yang telah dilakukan orang tua kita semasa hidupnya untuk kita wariskan pada generasi berikutnya. Keterpisahan roh dan tubuh yang menimbulkan kematian sekaligus menjadi keterputusan hubungan orang mati dengan orang yang hidup. Artinya yang mati itu tidak lagi dapat berkomunikasi, berbuat  baik atau berbuat jahat terhadap orang yang masih hidup. Namun Paulus dengan tegas mengatakan bahwa Kristus adalah Tuhan bagi orang yang masih hidup dan yang mati. Sedangkan orang-orang percaya kepadaNya tidak dapat dipisahkan oleh apapun, termasuk oleh kematian, dari TUhan (Rm. 8:38-39). Berdasarkan ayat inilah dipahami hubungan orang yang hidup dan yang mati ada berada dalam Kristus, yaitu sebagai  Familia Dei. Artinya tidak ada dan tidak mungkin dapat berhubungan dengan orang-orang yang sudah meninggal. Akan tetapi karena Kristus adalah Tuhan orang yang hidu dan yang mati, maka di dalam dan oleh Kristus kita dipersatukan, baik orang yang hidup dan yang mati. Kepercayaan inilah yang memberikan pengharapan, bahwa di dalam dan oleh Tuhan kita dapat bertemu  dengan orang-orang yang sudah meninggal. Itu pula sebabnya dikatakan bahwa orang yang mati di dalam Tuhan adalah orang yang berbahagia (Why. 14:13). Kematian itu adalah sementara saja, sebab akan disusul dengan kebangkitan , sebagaimana Kristus yang telah bangkit. Kematian bukan lagi akhir kehidupan melainkan menjadi proses kehidupan menuju kehidupan yang kekal. Itulah sebabnya Paulus berkata kematian adalah keberuntungan bagiku (Fil. 1:21), sebab tanpa kematian dan kebangkitan kehidupan yang kekal tidak mungkin diperoleh.



4.4 Pandangan Alkitab Tentang Roh Orang yang Sudah Meninggal

4.3.1 Tubuh Mati dan Roh kembali kepada Allah
Ada dua pandangan setelah kematian, yang mengatakann tubuh mati dan roh tidak ikut mati. Pertama, roh orang benar yang percaya dan beriman,. Sekalipun ia dikatakan sudah mati namun rohnya akan selalau hidup (bnd Mat.22:32;) dan bersama-sama dengan Allah (Luk. 16:22). Dalam arti inilah dipahami roh orang mati kembali kepada Allah. Kedua roh orang-orang jahat dan yang tidak benar dihadapan Allah akan ditahan, dikumpulkan sampai menunggu hari penghakiman (I Ptr. 3: 19-20, I Ptr. 4:6). Dalam 2 Ptr 2: 9 dikatakan: “ maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan dan tahu menyimpan orang-orang jahat untuk disiksa pada hari penghakiman”. Memang untuk memahami teks diatas, tentutidak terlepas dari pergumulan dan masalah yang dihadapi oleh Petrus. Pergumulan yang dialami Jemaat Petrus memberi  inspirasi –pengilhaman, mengenai keberadaan orang mati. Nats tersebut pasti tidak lepas dari pertanyaan Jemaat tantang mengapa semakin merajalela pelaku-peklaku kejahatan, penindas dan penyiksa orang percaya dan bagaimana nasib orang-orang Kristen yang sudah meninggal itu. Solusi untuk itu Petrus menyebutkan bahwa Yesus Kristus Pergi menginjili roh-roh didalam Penjara. Berdasarkan pemahaman ini munllah pemahaman dogmatis sebagaiman dimuat di dalam pengakuan iman Rasuli “turun ke dalam Kerajaan maut” dalam rangka pemberitaan Injil tersebut.[10]
Secara pasti yang tidak bisa dielakkan bahwa Badan yang diciptakan harus mengalami kematian dan pembusukan. Alkitab menyebut bahwa kematian adalah akibat dari dosa (Kej.2:17).[11] Tubuh orang setelah mati disebut dengan daging dan dalam bahasa Ibrani kata yang digunakan untuk menunjukkan daging adalah basar (בשך) yang berarti daging, merupakan unsur utama tubuh atau badan manusia (Kej. 40:19), juga binatang (Im 6:27). Dalam Pengkotbah 12:7 dikatakan “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”, hal ini menunjukkan adanya kesamaan manusia dengan binatang (hewan). Dengan perkataan klain bahwa sebenarnya bukan kita yang menguasai hidup kita.[12] Dalam PL kematian dipandang sebagai suatu hal yang mengerikan (Mzm 55:4), suatu kecelakaan dan kepahitan (I Sam 15:42). Dalam bahasa Ibrani kematian disebut dengan kata maweth (מוה) yang artinya adalah maut kematian (Im. 11:31 ; Bil. 16:29 ; I Sam 20:31 : Mzm 13:14).[13] Kata ini juga dipakai menuju proses kematian  (Kej 21:16), masa kematian (Kej. 27:7). Kematian merupakan symbol dari kebinasaan yang dibawa dosa kedallam dunia. Manusia harus kembali kepada tanah  sebab manusia itu berasal dari tanah (Kej. 3:19).[14] Kematian memang ditetapkan kepada setiap manusia (2 Sam. 14:14), namun ketetapan itu menakutkan manusia. Dan manusia yang mati itu akan turun kedalam syeol.[15]

4.3.2 Manusia Mati secara Totalitas
Pandangan yang mengatakan bahwa kematian manusia adalah juga kematiaqn tubuh dan ronya, tentu memiliki alasan, baik secara Alkitabiah dan Filosofis.  Secara Filosofis manusia yang hidup adalah yang mempunyai tubuh dan roh, tubuh adalah fana dan roh adalah kekal. Dalam pemahaman ini, keberadaan manusia harus dipahami secara totalitas. Bahkan manusia jasmani tanpa manusia rohani  tidak boleh dibedakan.  Tidak ada manusia jasmani tanpa manusia rihani, demikian juga sebaliknya. Manusia hidup atau mati harus dipahami secara utuh, mempunyai tubuh dan roh. Oleh karena itu, pandangan ini mengatakan kalaun manusia mati, maka kematiannya adalah secara totalitas, baik tubuhnya maupun rohnya. Manusia tidak terpisahkan dari tubuh dan roh. Manusia tidak mungkin mengalami mati hanya sebahagian dari keberadaanya, sedangkan yang sebagian lagi kebal terhadap kematian. Sebab hanya Allah sendirilah yang tidak takluk kepada maut atau kematian itu (I Tim. 6:16). Lagipula, dosa terjadi bukan hanya karena tubuh, atau hanya karena jiwa dan rohnya, melainkan tubuh dan jiwa atau roh itulah yang berdosa. Dengan demikian tubuh dan jiwa atau roh berada dalam penghukuman Allah, yaitu kematian.[16]
Secara biblis tidak ada satu roh manusia pun  yang masih ada didunia ini setelah manusia tersebut meninggal dunia. Karena saat manusia meninggal maka seutuhnya dia sebagai manusia juga turut meninggal dan ditempat khusus yang disebut sheol atau hades. Jadi dapat dikatakan bahwa tidak ada tempat bagi roh manusia didunia ini setelah ai meninggal. Dengan demikian roh yang ada didunia ini bahkan roh yang mengaku sebagai nenek moyang sekalipun, itu bukanlah roh manusia tapi si jahat yang menyamar (band. II kor. 11:14). [17]  Dalam terjemahan septuaginta bahwa roh orang yang sudah meninggal ditemukan dalam bentuk νεκρος (nekros) yaitu common noun yang menunjuk dearperson or body dalam bentuk adjektifnya diartikan dead. Kata ini digunakan untuk manusia dan hewan atau benda yang tidak bernyawa (things without life). [18]
Bagi rumpun masyarkat Penghormatan Terhadap Nenek Moyang, hampir diseluruh Indonesia tugu-tugu dan patung yang dibangun sebagai refresentatif dari kehadiran nenek moyang bukan sekedar tugu atau kuburan biasa tapi merupakan pusat kekuatan yang menghubungkan orang yang hidup dan yang sudah mati. Dalam upacara ini diadakan ritual menari dan menyanyi dengan meminta berkat pada nenek moyang sebagai balasan karena keturunannya telah menyediakan tempat yang baik bagi mereka. Terkadang tulang belulang itu dibawa dan disimpan dirumah, diberikan tuak , rokok dan berbagai makanan yang disukai semasa hidupnya. Dan ada juga yang menyimpan peti mati dari leluhurnya didalam rumah.[19] Kegiatan lain yang sering dilakukan dalam tradisi kepercayaan local seperti membawa makanan kekuburan dengan tujuan meminta berkat, mempersembahkan makanan tertentu keatas para-para, atau kekamar, kedinding dll. Dan hal lain yang sering dilakukan sebagai penghormatan kepada nenek moyang adalah membangun tugu yang diyakini sebagai symbol alikatif dari torah ke-5.[20]
Dalam Kolose 3:3 Paulus memeahami kematian sebagai “kepergian kepada kehidupan bersama-sama Kristus yang tersembunyi pada Allah”. Roma 14: 7-9 menekankan dengan sangat baghwa mereka , hidup dan mati adalah milik Tuhan dan bahwa Yesus adalah Tuhan atas orang-orang yang hidup dan mati. Kelnjutan persekutuan dengan Kristus adalah berdasarkan kasih Allah, yaitu kesetian-Nya (Rm.8:31-39), yang dialami oeh orang percaya, oleh karena Roh Kudus telah dicurahkan kedalam hati-Nya (Rm.5:5). [21]
Mematuhi Hukum Taurat yang Ke-5
Seperti yang sudah dibahas pada poin sebelumnya bahwa bahwa pendirian tugu di Simalungun merupakan salah satu bentuk kepatuhan seseorang terhadap hukum taurat yang ke-5. setelah kekristenan menyebar ke tanah Batak, penghormatan kepada orang tua yang juga merupakan saluran berkat dari Allah telah bergeser melalui penjelasan hukumNya ataupun ketetapan-ketetapan lainnya. Yang berarti penghormatan kepada orang tua adalah pengakuan atas wibawa dan martabat  yang tertinggi yang diberikan Allah kepada orang tua itu. Alah telah mengangkat mereka itu menjadi orang tua, oleh sebab itu pattut untuk dihormati. Penggalian tugu, penggalian tulang-belulangbukan lagi merupakan bersifat animis, tetapi tergerak oleh pemahaman oleh konsep menghormati orang tua dalam hukm ke-5 (Kel. 20:12). Konsep ini dilihat dari cara Israel yang menghormati orang tuanya. Yakub mengamanatkan kepada Yusuf apabila ia meninggal supaya di kuburkan di kanaan di dalam gua di lading Efron (kuburan leluhurnya).  Yusuf melakukan amanat orang tua yang dapat dikategorikan sebagai penghormatan, karena anak-anaknya pesan orang tuanya selama hidupnya.[22] Setelah hukum Taurat, baik dalam PL dan PB ada beberapa nats Alkitab yang memberi penekanan menghormati orang tua serta upahnya (Ams. 23:22 ; Kej. 46:29 ; Rm. 13:2). Hal inilah yang mendorong untuk menghormati orang tua , bukan lagi dalam kekafiran, tetapi berada dalam terang kebenaran Allah.[23] Namun haruslah dipahami menurut hukum taurat yang ke-5 kata hormat pada oaring tua adalah wujud dari penghormatan kepada Allah dengan peduli, menghargai, memelihara, memperhatikan, dalam wujud dan dalam artian yang konkret.[24] Jadi aplikasinya adalah pada keadaaan yang nyata, yaitu saat masih hidup dan bukan penghormatan itu dilakukan setelah seseorang itu meninggal. Sehingga penulis mengambil kesimpulan bahwasanya tidak ada kaitan darin hukum taurat yang ke-5 dengan pendirian tugu, mangongkal holi, memberikan makanan kepada leluhur. Sebab itu sudah merupakan sikap sinkritisme penghormatan masyarakat Simalungun.


[1] J. Verkuyl, Etika Kristen, Jakarta:BPK-GM, 2008, 1
[2] Ibid., 3
[3] K. Manurung, Rekaman Catatan Mata Kuliah  Etika Tingkat II, Medan, 13 Februari 2008
[4] J. Verkuyl, Etika Kristen Kapita Selekta, Jakarta:BPK-GM, 1986, hlm.31
[5] Ibid., hlm. 32
[6] Karel Sosipater, Etika Perjanjian Lama, Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2010, hlm.92
[7] K.Bertens, Etika , Jakarta: PT: Gramedia, 1994, hlm.91
[8] Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis, Jakarta: BPK-GM, 1989, hlm.70
[9] Soedjatmoko, Etika Pembebasan,  Jakarta:LP3S, 1984, hlm. 207-210
[10] Darwin Lumbantobing, Ibid, 367
[11] C.S. Lewis, Miracles, ­Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 2 M-Z, Jakarta: YKBK/OMF, 1992, 35
[12] R. Soedarmo, Pengkotbah, Jakarta:YKBK/ OMF, TT, 95
[13] Karl Feyerabend, Legenscheidt Sastra Poket Hebrew Dictionary, Germany: Legenscheidt Hodder and Soughton, 1961, 171
[14] William Drynes, Tema-Tema dalam Teologi Perjanjian lama, Malang: Gandum Mas, 2004, 217
[15] Bnd, William Drynes, Ibid, 218-219; cirri khas syeol adalah tidak ada kelangsungan hidup di dalamnya. Di tempat inilah orang akan mendapatkan perhentian bersama nenek moyangnya (Kej. 37:35 ; I Raj. 2:10). Bagi manusia tempat ini adalah tanpa harapan tetapi Allah menebus orang yang percaya dari kuasa syeol (Mzm 49:6).
[16] Darwin Lumbantobing, Ibid, 366-367
[17] Kasus perempuan Endor yang memanggil roh Samuel ini sampai sekarang masih merupakan perdebatan bagi para teolog. Apakah benar roh yang muncul itu adalah Samuel?  Jadi apakah dukun berhak memanggil dan mengatur roh Samuel yang adalah orang yang semasa hidupnya adalah abdi setia Allah?  Pertanyaan-pertanyaan inil sangatlah membingungkan dan jawaban yang muncul saat ini sangatlah bervariasi. Menurut tradisi jahudi berdasarkan I Taw 10:13 dan kitab sirakh (deutro-kanonika) 46:20, apa yang tertulis secara literal dalam I Sam. 28 adalah benar-benar nyata. Yang muncul itu adalah Samuel. Karena bagaimana[pun memanggil roh itu bertentangan dengan Firman Tuhan teapi mereka tidak meragukan kesanggupan dukun untuk melakukannya. Menurut tradisi Kristen terutaman bapa-bapa gereja dan tokoh reformatories, yang muncul dalam I Sam. 28 itu bukanlah Nabi Samuel melainkan Iblis yang menyamar. Lagipula tidak mungkin orang ayang beiman kepada Allah dapat dikuasai oleh iblis dan dapat dipanggil oleh dukun.dan menurut pandangan teolog pencerahan, penampakan Samuel hanyalah khyalann saja. Saul hanya diperdaya oleh dukun karena pikiran Saul sedang terganggu karena stress yang dialaminya karena Tuhan meninggalkannya ditambah lagi esok hari ia akan berperang dengan orang Flistin dan ia sangat ketakutan. Serta menurut pandangan Kristen ortodoks (Keil dan Delitzsch) 1875, menyatakan bahwa benar roh Nabi Samuel-lah yang muncul dan memberitakan malapetaka kepada Saul tapi itu terjadi bukan karena usaha Gaib dukun tapi karena perintah khusus dari Allah. Hal ini juga sehakikat dengan penampakan Elia dan Musa sebagai manusia yang di muliakan (Mat.17:1-8). Dari keempat pandangan itu penulis cenderung menerima pandangan Kristen ortodok  karena sesuai dengan teologi Kristen. Artikel L. Baker dengan judul  “Memanggil Arwah” dalam buku Pemikiran tentang Batak , B.A Simanjuntak (ed.), Medan: Pusat Dokumentasi Universitas Nomensen, 1986, hlm.64-67
[18] Gerhard kittel (ed), Theological DictionaryOf The New Testament Vol II, Michigan :WM.B Eerdmans Publishing Co, 1942, p.892, dalam Perjanjian Baru aktifitas roh jahat samgat agresif beberapa kali ditemukan baik dalam pemujaan dewi Artemis di Efesus (Kis. 19:27-35) dalam pelayanan Tuhan Yesus (Mark.1:24) kesaksian anak-anak Skewa(Kis.19:13-20).dalam hal ini bahwa roh jahat yang agresif  yang bahkan merasuki manusia ini diusir oleh Tuhan Yesus (Mark. 5:1-20). Dipihak lain pada perjalan Paulus juga kita dapat melihat bagaiama sikap Paulus terhadap wanita penenungdi Filippi, Paulus langsung dengan kuasa Yesus mengusirnya (Kis 15:16-18). Dalam hal ini terlihat bahwa roh jahat sangat agresif dalam menggangu manusia
[19] Lothar  Scheiner, Op.Cit., hlm 176-179
[20] Darwin Lumbantobing, Op.Ci.t, hlm.351-353
[21] Lothar  Scheiner, Op.Cit., 200
[22] H. Gultom, Penggalian Tulang-Belulang, Jakarta: BPK-GM, 1991, 34-35
[23] A.A Sitompul, Manusia dan Budaya, Jakarta: BPK-GM, 2000, 146
[24] Karel Sosipater, Op.Cit., 92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar