Senin, 25 Maret 2013

KONSEP TEORITIS PENGERTIAN TUGU


BAB II
KONSEP TEORITIS PENGERTIAN TUGU

2.1  Pengertian  Tugu Secara  Umum
            Tugu dalam KBBI adalah Monumen yaitu Tugu Peringatan, tugu adalah sebagai tiang besar dan tinggi dibuat dengan batu dimana tugu sebagai tanda peringatan (kenang-kenangan).[1] Istilah Tugu dapat disamakan dengan arti “Monument” dalam bahasa Inggris yaitu menurut kamus The New Oxford Illustrated Dictionary, Tugu adalah segala sesuatu yang telah melalui ketahanan yang sangat lama dipakai untuk mengenang seseorang, kegiatan atau kejadian. Arti kedua yang disebutkan kamus tersebut adalah pekerjaan atau hasil karya yang benilai kekal. Tugu disebut sebagai bangunan atau lokasi alamiah yang dilestarikan oleh karena keindahan atau arti sejarahnya.[2] Tugu dalam arti “monument” adalah suatu peringatan, atau suatu memorial yang biasa berbentuk bangunan, menara, tiang, patung dan sebagainya yang didirikan guna memperingati suatu kejadian besar dan penting, dalam sejarah atau “menghidupkan” serta memelihara peringatan kepada perorangan yang telah meninggal.[3] Salah contoh satu dari beberapa tugu yang kita kenal adalah Tugu Pahlawan Surabaya. Tugu ini dibangun untuk mengenang peristiwa pertemputran di Surabaya yang berlangsung sejak akhir oktober sampai Novemnber 1945. Peristiwa ini merupakan peristiwa besar bagi masyarakat Surabaya pada khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya. Rakyat Surabaya dengan semangat berapi-api mempertahankan kota mereka dari pasukan Inggris  yang berusaha merebutnya. Bangunan ini setinggi 41 meter dan diresmikan pada tanggal 17 agustus 1952.[4]
Salah satu budaya tertua yang masih dilakukan oleh manusia adalah penghormatan kepada leluhur yang sudah meninggal, yaitu dengan mengadakan pembangunan Tugu. Pada awalnya orang batak toba belum mengenal istilah tugu, tetapi dahulu yang ada adalah “tambak” yaitu Makam (kuburan) yang ditinggikan dengan menyusun “bungki” (lempengan tanah) dimakam orang tua yang sudah mempunyai banyak keturunan, sesuai dengan perkembangan dan maraknya pendirian monument-monumen perjuangan maupun sejarah, maka pembuatan ini ditingkatkan menjadi Batu Na Pir (batu yang kuat) yakni batu yang terbuat dari batu/semen. Batu na pir ini sudah dapat memuat beberapa tulang belulang orang tua.[5] Menurut S.M Hutagalung tugu yang disebut monument adalah suatu bangunan sebagai tanda peringatan untuk mengenang suatu jasa dan kebesaran serta keagungan  seorang tokoh yang sudah meninggal. Tugu dalam arti monument adalah berarti suatu peringatan atau suatu memorial yang berbentuk bangunan (menara, tiang, patung, dan sebagainya), yang didirikan guna memperingati suatu kejadian besar dan penting dalam sejarah, atau menghidupi serta memelihara peringatan kepada perorangan yang sudah meninggal.[6]
            Dari penjelasan di atas ada banyak menyebutkan pengertian tentang tugu, diantaranya adalah menyebutkan bahwa tugu itu adalah tanda peringatan, ada menyebutkan Tugu sebagai bangunan atau lokasi alamiah yang dilestarikan oleh karena keindahan atau arti sejarahnya, dan juga yang menyebutkan Tugu adalah suatu peringatan, atau suatu memorial yang biasa berbentuk bangunan, menara, tiang, patung dan sebagainya yang didirikan guna memperingati suatu kejadian besar dan penting, dalam sejarah atau “menghidupkan” serta memelihara peringatan kepada perorangan yang telah meninggal.
2.2  Pengertian Tugu dalam Pandangan Orang Yahudi
Didunia kuno ada kepercayaan yang mengatakan bahwa dibumi terdapat beberapa tempat yang merupakan tempat pertemuan-pertemuan antara dunia Ilahi dan dunia insani misalnya dalam kitab Kejadian 28:16-22, menyebutkan
Ketika Yakub bangun dari tidurnya, berkatalah ia: "Sesungguhnya TUHAN ada di tempat ini, dan aku tidak mengetahuinya."Ia takut dan berkata: "Alangkah dahsyatnya tempat ini. Ini tidak lain dari rumah Allah, ini pintu gerbang sorga."Keesokan harinya pagi-pagi Yakub mengambil batu yang dipakainya sebagai alas kepala dan mendirikan itu menjadi tugu dan menuang minyak ke atasnya.Ia menamai tempat itu Betel; dahulu nama kota itu Lus.Lalu bernazarlah Yakub: "Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai,sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku.Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu."

Dari nats ini disebutkan bahwa salah satu tempat seperti itu adalah Betel. Yakub mengetahui kesucian tempat itu, ia menyebut batu “Rumah Allah” Yakub menyucikan Batu itu  dan mendirikan sebagai batu peringatan. Batu peringatan semacam itu adalah  symbol ibadah Kanaan sumber kesuburan yang ditemukan Israel menaklukkan wilayah itu. Mereka mewarisi  tempat-tempat pemujaan yang ada batunya seperti itu. Mereka menghubungkan tempat-tempat itu dengan  kejadian-kejadian dalam kehidupan para bangsa. Sembari menghapus makna religious kafir batu-batu itu dan memakainya begitu saja sebagai Peringatan.[7]
Di Tempat lain seperti di Sikem, Mispa, Gilgal, dan terakhir adalah Silo. Orang Yahudi banyak melakukan upacara-upacara di tempat tersebut, Mezbah atau altar memang memegang peranan penting. Kebiasaan kuno untuk mendirikan batu-batu yang tinggi pun berlangsung terus. Tiang-tiang batu seperti itu dianggap sebagai saksi keterpautan Israel kepada Allah, serta sarana untuk mengingatkan mereka akan hubungan perjanjian dengan Allah, yaitu sebuah kotak kayu yang berisi lempeng-batu bertuliskan hukum-hukum perjanjian dengan Allah. Diatas semuanya itu , symbol yang paling penting adalah tabut perjanjian. Tabut itu juga dianggap sebagai alas kaki dihadapan Tahta Allah, dan sekaligus tanda sebagai kehadiran Allah yang tidak kelihatan namun berkuasa. [8]
Kebanyakan orang Israel dimakamkan dimakam gua tanah pekuburan keluarga. Makam keluarga sering terdiri dari beberapa ruang untuk penguburan banyak jenazah. Tiap ruang dikelilingi oleh bangku-bangku batu yang lebih tinggi dimana jenazah diletakkan diatasnya untuk sementara waktu. Ungkapan-ungkapan Alkitab yang berbunyi “tidur dengan” dan “dikumpulkan dengan ayahnya” merujuk pada penguburan kedua di dalam makam keluarga. Menurut nubuat Hulda kepada Yosia “Aku(Yahweh) akan mengumpulkan engkau pada nenek moyangmu, dan engkau akan dekebumikan ke dalam kuburmu dengan damai ” (2 Raj.22:20). Rujukan-rujukan harus dimengerti dalam pengertian adanya hubungan yang berkelanjutan antara orang yang hidup dan yang mati. Makam keluarga mempunyai implikasi penting bagi pemeliharaan hubungan tersebut. Kesejahteraan mereka yang sudah mati bergantung pada pemeliharaan tanah patrimonial oleh para keturunannya. [9]
Kehidupan para leluhur menurut Herbert Brictho,  merupakan kesatuan atas asosiasi orang tua, keturunan, dan tanah milik. Perintah kelima: “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu ditanah yang diberikan TUHAN Allahmu, kepadamu ”  (Kel.20:12), mempunyai implikasi yang serius, baik dalam hidup yang sekarang ini dan kehidupan yang akan datang,  yang membuat kepemilikan tanah bergantung pada tingkah laku yang penuh tanggung jawab terhadap nenek moyang seseorang. Tujuan dari ibadat orang mati adalah untuk melanjutkan patrimoni. Beberapa teks mengilustrasikan keberlangsungan hubungan yang ada antara angota keluarga yang masih hidup dan yang sudah mati, demikian juga hubungan makam dengan kepemilikan tanah.[10]
Ketika kemarau berkepanjangan orang-orang Israel dicobai mengikuti cara beribadah orang Kanaan. kepercayaan akan Tuhan diuji dan jika tetangga mengadakan upacara untuk mendatangkan hujan, orang Israel bertanya dalam hati apakah  tidak sebaiknya mereka mengikuti cara beribadah orang Kanaan tersebut? Orang Israel tidak  bermaksud meninggalkan Tuhan, tetapi menambah berkat dari sumber lain.dalam Hakim-hakim 17 tercatat berita tentang ibu Mikha, seorang  dari pegunungan Efraim, yang menyuruh anaknya membuat patung dengan uang yang dikuduskan bagi Tuhan. Mereka tidak bermaksud meninggalkan Tuhan tetapi menambah berkat dengan “mengikut Tuhan” yang pada hakikatnya mustahil dilakukan. Dalam penggalian di Palestina ditemui banyak patung kecil, yang rupanya disimpan dirumah sebagai benda sakti yang menjamin berkat. Suatu tugu pahatan dekat Gilgal dihormati entah sebagai patung atau tanda peringatan (Hak.3:19)
Disamping mezbah sering didirikan suatu tugu dari batu yang disebut mazebah dan yang melambangkan kuasa kepriaan, dan suatu tiang kayu, yang disebut asyerah[11] yang melambangkan kewanitaan (pada Kej.28:22 batu yang didirikan Yakub bukan menjadi batu dalam rumah Allah, sebagaimana diterjemahkan LAI, melainkan berdiri didepannya sebagai tugu, bnd.juga Kej.31:13 dan 35:14,20).[12] Orang Israel juga beribadah di atas bukkit-bukit, menurut cara orang Kanaan. Dalam situasi yang gawat Saul memanggil arwah Samuel (I Sam. 28:4-20), ada juga yang mengurbankan anaknya dalam api bagi Molokh (bnd. Lembah Ben Hinom yang dinyatakan najis karena hal tersebut, Yer. 19:5-6 ; 32:35).[13] Dari hal ini jelas bahwa sebagian orang Israel menyembah Baal (I.Raj. 19:18) dan bahwa hubungan yang erat dengan pemujaan Baal menjadi “jerat dan perangkap” (Kel. 23:33) sehingga sebagian orang Israel tidak lagi beribadah hanya kepada Tuhan. Hal tersebutlah yang membuat bangsa Israel berulang-ulang diserang oleh musuh. Karena itu Gideon disuruh meruntuhkan mezbah Baal bapanya bagi Tuhan (Hak. 6:25-32). Seorang nabi anonym mengutuk mezbah yang didirikan Yerobeam (Israel Raj. 13:1-10). Elia menentang nabi-nabi Baal (I Raj.18).Hizkia, raja Yehuda, menjaukan bukit pengurbanan, meremukkan tugu berhala dan menebang tiang berhala serta menghancurkan ular tembaga (2 Raj. 18:4). [14]
   Jika dilihat dari Injil Matius menyangkut mengenai tugu yang yang terdapat dalam Mat 23 : 29 yang menyebutkan Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh. Hal ini merupakan kecaman Yesus terhadap orang Yahudi yang memperindah tugu perjanjian para nabi dan orang-orang saleh. Dalam penggunaan kata makam yang sama artinya dengan kuburan. Dalam ayat ini kata makam nabi-nabi dipakai untuk membedakannya dengan kuburan biasa. Dan sudah menjadi suatu kebiasaan pada saat itu untuk membuat kuburan saja. Tetapi untuk nabi dan para pahlawan dengan bentuk yang lebih indah dari kuburan lainnya. Misalnya memakai tugu (tugu peringatan atau monumen). Ada terjemahan yang menerjemahkan bahwa kuburan dengan “makam yang indah”. Jika ada istilah khusus untuk menyebut kuburan orang-orang yang terhormat. Tugu disini sama artinya dengan makam, yakni kuburan bagi orang-orang terhormat.[15]

Sehingga nyata terlihat bahwasanya orang Yahudi pada zaman dulu telah mendirikan tugu. Tugu itu dipandang sebagai sarana untuk mengingatkan mereka akan hubungan perjanjian dengan Allah, Sebab memang masih ada keyakinan bagi mereka bahwa dibumi terdapat beberapa tempat yang merupakan tempat pertemuan-pertemuan antara dunia Ilahi dan dunia Insani. Di samping itu tugu juga dipahami oleh Yahudi sebagai keterpautan mereka terhadap Allah dan sebagai tanda peringatan terhadap kehadiran Allah. Dilain hal tugu itu digunakan penyembahan kepada Baal dengan  mengikuti cara beribadah orang Kanaan di mana  Mereka  membangun tugu-tugu berhala dan tiang-tiang berhala.

2.3 Pengertian Tugu secara Alkitabiah
2.3.1        Tugu dalam Perjanjian Lama
2.3.2        Tugu dalam Perjanjian Lama
Dalam kitab Perjanjian Lama dapat kita temukan beberapa ayat tentang pembangunan tugu itu, antara lain:
·         Kejadian 11:1-9 yang menceritakan pembungunan menara Babel, menjelaskan, bahwa pembangunan menara itu dimotiver oleh  kecongkakan orang Babel yang menara itu adalah untuk menunjukkan kemampuan tekniknya, supaya nama mereka termasyur dan supaya mereka tetap bersatu. Terhat dalam hal ini bahwa motivasi orang Babel semata-mata untuk menunjukkan kesombongan oran Babel.
·         Kejadian 31:43-48, menjelaskan bahwa tugu itu sebagai peringatan antara Yakub dan Laban yang didirikan di Galed. Tugu tersebut terdiri dari timbunan batu. Pembangunan tugu di sini adalah sebagai peringatan akan pengukuhan perjanjian.
·         Yosua 4:1-24, memberitakan bahwa Yosua mendirikan tugu di GIlgal dengan membuat 12 (dua belas) buah batu bertindih di sana sebagai peringatan, bahwa Tuhan telah membimbing dan melepaskan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir. Pembanguna tugu di sini adalah suatu tanda  untuk memuliiakan Allah atas kebesaranNya dan kemahakuasaanNya melepaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir.
·         Keluaran 34:13 diberitakan, bahwa  Allah memerintahkan  agar tugu-tugu berhala orang-orang kafir (orang Kanaan) di robohkan. Hal ini menunjukkan bahwa tugu yang membawa kepada penyembahan  berhala jelas ditolak karena sudah melanggar Titah Pertama dan Titah Kedua. [16]
·          Kej 28:18 menyebutkan ketika Yakub bermimpi dengan beralaskan batu sebagai alas kepala. Yakub bermimpi di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya sampai dilangit. Dan tampaklah Malakikat-malaikat Allah turun naik ditangga itu,  berfirman kepada Yakub. Keesokan harinya pagi-pagi Yakub mengambil batu yang dpakainya sebagai alas kepala dan mendirikan itu menjadi tugu dan menuang minyak keatasnya. Ada peristiwa penting dalam hidup Yakub terjadi waktu ia ke Utara, tak ada pertanda bahwa Yakub mengetahui tempat kudus disitu. Kendati dia mungkin tahu tentang Mezbah neneknya disekitar daerah itu. Janji ynag diberikan kepada Abraham diteguhkan lagi kepadanya dan Allah berjanji akan melindunginya dan Yakub membuat tanda peringatan pada tempat itu. Peringatan-peringatan sederhana demikian sering didirikan ditempat-tempat yang dianggap  kudus dan yang satu ini  bagi yakub menandakan Allah hadir.[17]  
Dalam Perjanjian Lama tugu diartikan sebagai peringatan dan sebagai pusat peribadatan agama. Terbuat dari batu atau kayu dengan pucuknya sering ramai dihiasi. Yakub mendirikan Tugu  ditempat kuburan Rahel (Kej 35:10). Musa membuat kedua belas tugu (satu untuk setiap tugu) di sekitar suatu mezbah di padang belantara (Kel 24:4). Yosua menyuruh membangun 12 tiang batu (Obelisk) disungai Yordan dan kemudian memindahkan ke gilgal (Yosua 4:9,20). Kerena Tugu ini berkaitan dengan agama kesuburan pertanian baal, para nabi Israel mengutuk tugu keagamaan  (Hos 10:2; Mi 5:13) tetapi dua tugu yang berdiri bebas di luar bait suci yang disebut Yakim dan Boas, jelas mempunyai arti religius. Berbeda dengan tiang-tiang di Yunani yang menyatu dengan rancangan bangunan yang mempunyai daya tarik keindahan yang kuat.)[18]
Dalam Perjanjian Lama, istilah masseba[19] (מַצֵבָה) menunjuk kepada sebuah batu yang dikeraskan dengan tangan manusia, meskipun tidak dipahami seperti maksud dari pelayanan arsitektur. Karena tidak secara bentuk maupun fungsi yang diuraikan secara terperinci, dan yang baik yang hanya dapat menjadi dugaan, kata ini merupakan maksud yang biasa dan bukan untuk terjemahan.[20] Kata masseba (מַצֵבָה) yang terdapat dalam Perjanjian Lama, kata Ibraninya adalah mizbaekh, artinya tempat korban persembahan (dari menyembelih untuk berkorban) dan dalam ayat Ezr 7:17 ada satu kata Aram yang serumpun yakni madbah. Sementara menurut etimologi istilah itu melibatkan penyembelihan, dalam penggunannya tidak begitu ketat dibatasi. Dan dipakai juga bagi mezbah untuk pembakaran untuk pembakaran ukupan (Kel 30:1). Bapak-bapak leluhur mengartikan mezbah itu ternyata didirikan untuk memperingati suatu peristiwa, dan pendirinya ada hubungan dengan Tuhan. Tidak ada keterangan tentang konstruksinya. Mezbah-mezbah menurut Israel ditemukan dua kuil berisi dua mesbah berbentuk bujur sangkar, satu terbuat dari bata Lumpur dan yang satu lagi dari terbuat dari batu-batu yang ditempeli kapur, juga beberapa mesbah yang dibuat dari batu-batu kapur yang dipotong dan direkat dengan empat tanduk pada ujung-ujung atas, yang berasal dari jaman kemenangan dan kemungkinan mesbah itu adalah untuk membakar ukupan.[21]
Pada keagamaan orang Israel ada dikenal dengan “tempat-tempat tinggi” Kegiatan keagamaan orang Israel adalah tempat-tempat peribadatan local dalam berbagai bentuk, termasuk gunung-gunung, barang barang keramat yangberpindah-pindah seperti Tabut Perjanjian atau kemah suci, bait-bait pedesaan, dan bāmâ, yang secara konvensional merujuk pada “tempat-tempat tinggi”. bāmâ merupakan sebuah istilah kultis dapat merujuk pada sebuah situs keramat yang secara alamiah ditinggikan. Penggambaran paling detail dari Alkitab mengenai bāmâ tampak dalam konteks Samuel yang mengurapi Saul (I Sam. 9:1-10), di mana korban persembahan disantap bersama. Berhubungan dengan bāmâ dan liškâ, ruangan yang digunakan untuk makan (I Sam. 9:22) tempat korban makanan disantap. Di tempat lain di dalam Alkitab, lĕšākôt merujuk pada ruangan yang digunakan untuk berbagai macam fungsi di dalam bait suci di Yerusalem. Bāmôt dihiasi dengan benda-benda peribadatan, termasuk altar mizbĕkôt, tiang-tiang batu (massyĕbôt). Salomo juga mempersembahkan korban persembahan pada bāmâ di Gibeon. Dan Salomo menunjukkan kasihnya pada Tuhan dengan hidup menurut ketetapan-ketetapan Daud dengan korban sembelihan dan ukupan di  bukit-bukit pengorbanan. pada akhir abad ke-8, pada zaman pemerintahan Hizkia,terjadi penghancuran tempat-tempat tinggi. Hizkia yang menjaukan bukit-bukit pengorbana yang meremukkan tugu-tugu berhala (bammasāăšĕâysyĕbôt) dan yang menebang tiang-tiang berhala (bāăšĕrâ), (2. Raj 3:3)[22]   

            2.3.2  Tugu dalam Perjanjiian Baru
Dalam PB istilah tugu jarang kita jumpai, hanya di dalam Matius 23:29 memberitakan , bahwa Yesus mengatakan Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh. Pembangunan di sisni adalah dimotivasi suatu keinginan untuk menyembunyikan kelemahan. Tujuan orang Farisi mendirikan tugu arang saleh tersebut adalah agar mereka dianggap sebagai orang saleh. Terlihat dari uraian ini, bahwa pandangan Alkitab terhadap pembangunan  tugu itu bukan menghormati arwah orangtua melainkan sebagai peringatan atas kebesaran dan keagungan Allah yang senantiasa melindungi, membimbing dan membebaskan bangsaNya. Apabila pembanguna tugu itu tidak sesuai dengan kehendak Allah maka tugu-tugu itu harus dirobohkan. Menurut Alkitab, tugu itu bukanlah menjadi tempat tulang-belulang  orang yang sudah meninggal, melainkan tempat untuk memperingati penyertaan Allah yang senantiasa melindungi dan menyelamatkan bangsaNya.[23] Tetapi jika dilihat dari tafsirannya dimulai dari ayat 27- 28 menjelaskan Yesus menuduh orang Yahudi bahwa noda pembunuhan ada dalam sejarah mereka dan noda itu belum hilang. Para ahli taurat dan orang farisi mengunjungi kubur-kubur para martir dan membangun tugu-tugu bagi mereka, dan mengklaim bahwa seandainya mereka hidup pada zaman dahulu, mereka pasti tidak akan membunuh para nabi dan umat Allah. Namun itulah justru yang ingin mereka perbuat.[24] Dalam ayat 27-28 terutama dalam penggunaan kata makam yang sama artinya dengan kuburan. Dalam ayat ini kata makam nabi-nabi dipakai untuk membedakannya dengan kuburan biasa. Dan sudah menjadi suatu kebiasaan pada saat itu untuk membuat kuburan saja. Tetapi untuk nabi dan para pahlawan dengan bentuk yang lebih indah dari kuburan lainnya. Misalnya memakai tugu (tugu peringatan atau monumen). Ada terjemahan yang menerjemahkan bahwa kuburan dengan “makam yang indah”. Jika ada istilah khusus untuk menyebut kuburan orang-orang yang terhormat. Tugu disini sama artinya dengan makam, yakni kuburan bagi orang-orang terhormat.[25]

  Dalam Perjanjian Baru ada dua kata bagi Mezbah yang digunakan. Yang sering muncul adalah thusiasterion, terutama dalam LXX untuk mizbaekh. Kata ini dipakai bagi mezbah diatas mana Abraham menyiapkan Ishak untuk dipersembahkan (yak 2:21) bagi mezbah korban bakaran dalam bait suci (Mat 5:23 ; 23:18-20) Kata ini dipakai dalam Lxx untuk baik Mizbaekh maupun bama (tempat tinggi), dan mula-mula berarti suatu tempat yang ditinggikan.[26] Dalam PB, menurut penglihatan dalam Why. 8:5, terdapat delapan petunjuk mengenai mezbah di Bait Suci yang telah ada di Yerusalem. Mezbah di Bait Suci yang telah ada di Yerusalem di tunjukkan dalam Mat.5:23-24. Dalam Bait Herodes  terdapat mezbah baru yang telah direstorasi oleh kaum Makabe[27], setelah pencemaran yang dilakukan Antiokhus Efifanes pada 167 sM mengotori mezbah. Petunjuk dalam 1.Kor 10:21 mengenai “meja Tuhan” kemungkinan lebih mengarah kepada Ekaristi ketimbang kepada perabot tempat merayakannya dalam Ibr 13:10 mengatakan bahwa umat Kristen mempunyai mezbah di mana “orang-orang yang melayani tidak berhak makan sesuatu dari padanya.”[28]
Pada hal lain Paulus menyebutkan bahwa Gereja adalah Tugu kebenaran (1.Tim 3:15) yang berarti tugu yang dimaksud adalah tiang atau penopang.[29] Dari penjelasan diatas sulit rasanya mengambil hubungan antara tugu dan Mezbah jika dilihat dari arti dan maknanya. Namun hal yang pasti yang penulis dapat sebutkan bahwasanya dalam Perjanjian Baru terdapat tugu yang artinya sebagai tanda peringatan yang biasa disebut dengan makam yang indah diperuntukkan kepada orang-orang terhormat.




[1]KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, 176
[2] Amudi Pasaribu, “Pembangunan Tugu Dari segi sosial-Ekonomi”, B.A Simanjuntak (ed), dalam Pemikiran Tentang Batak,  Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP Nomensen: Medan, 1986, 182
[3] SM. Hutagalung, Op. cit., 192
[4] Mikhael Dua, Ensiklopedia Nasianal Indonesia, TATZ, Delta Pamungkas, Jakarta,1997, 476
[5] Armudi Pasaribu, Op.Cit., 183.
[6] Darwin Lumbantobing, Teologi di Pasar Bebas, Pematang SiantarL: L-SAPA, 2007, 352
[7] Leslie J. Hoppe, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama: Yogyakarta, Kanisius, 2002, 64
[8] S. Wismoady Wahono, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK-GM,2004183-184
                                  
[9] [9] Fhilip J. Kingdan Lawrence, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, Jakarta: BPK-Gm, 2010,  416
[10] Fhilip J. Kingdan Lawrence, Op.Cit.,  416

[11] Dewi penduduk asli tanah Kanaan yang menjamin kesuburan. Dipuja sebagai isteri Baal. Lambangnya ialah pohon yang rimbun atau suatu " tiang berhala" yang oleh para nabi Tuhan ditentang keras (Ul. 16:21; 2Raj. 23:4, 6).

[12] Christoph Barth, Teologi Perjanjian Lama 2, Jakarta:BPK-GM,2010, 47-48
[13] Ibid., 48
[14] Ibid., 48
[15]  Barlay M. Newman, Philip C. Stiae, M.K Sembiring (ed),  Injil Matius, , Jakarta: LAI, 2008, 68
[16] E.D.R Hutauruk, “Pembangunan Tugu Nenek Moyang Orang Batak Ditijau Dari Segi Iman Kristen”, dalam, Tidak Ada Yang Mustahil Bagi Allah, J.R Hutauruk  (ed), Pematang Siantar: TP, 1986, 146
[17] A. R. Milliard, Op.Cit., 550
[18] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab,  Jakarta,BPK-GM, 2007, 462
[19] Mengenai batu massebah tanpa rupa atau catatan yang dijadikan bukti dalam Perjanjian Lama, sejarah dekat Timur Kuno yang memberi penawaran tentang tiga point yang mencolok, yaitu: 1) walaupun beton berarti pemberian massebah yang bergantung dari sebuah pendirian yang nyata (seorang pemilik kantor, milik pribadi, dan seorang kolektif), keaslian maksud tidak perlu dipahami dan dipancarkan tanpa perubahan dikemudian hari, itu hanya salah satu yang harus diperhitungkan diantara sadar dan tidak sadar dalam penafsiran kembali dan dedikasi kembali. 2) Maksud pokok atau denominasi umum dari berbagai fungsi dari kekuatan beton yang kelihatannya memiliki keabadian. Dari sebuah aspek yang bertahan di luar tindakan dan kejadian temporar, dapat diterapkan dalam banyak dimensi yang berbeda tidak sedikit dari keagaamaan dan kebudayaan. Dalam pengertian yang luas massebah dapat melukiskan atau menghadirkan penyembahan, dan tidak selalu kepada dewata yang dimuliakan. 3) Bukti serupa dalam penulisan dan bahasa, dalam banyak kemungkinan arti  kata beton dalam berbagai konteks, dalam konteks yang manapun, yang bagaimanapun semua menjadi kebingungan yang komplek dan dengan arkeologi yang awet. Kira-kira dari zaman pertengahan perunggu dalam perkembangan pertemuan  batu-batu kekurangan gambar ataun catatan-catatan kelompok dengan satu ketegasan sebuah gambar patung, atau di antara keduanya, dengan sebuah batu horizontal, atau dengan sebuah batu kubus. Ilmu pengetahuan dengan bekerja keras mengalamatkan pertanyaan bentuk ekternal dari kepribadian massebah, (Lih. Gamberoni, “masseba”, dalam, Theological Dictionary Of The Old Testament, G. Johanes Botterweck, Helmer Ringgren, Heinz-Josep Fabry (ed), William B. Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids, Michigan/ Cambridge U.K, 1997, 485-486)
[20] Gamberoni, “masseba”, dalam, Theological Dictionary Of The Old Testament, G. Johanes Botterweck, Helmer Ringgren, Heinz-Josep Fabry (ed), William B. Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids, Michigan/ Cambridge U.K, 1997, p. 484
[21] T. C. Mitchell, “Mezbah”, J. D. Douglas (ed), dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini M-Z, Jakarta: YKBK, 2008, 80
[22] Fhilip J. King dan Lawrence E. Stager, Op.Cit.,  366
[23] E.D.R Hutauruk, Op.Cit., 148
[24] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari Injil Matius psl 11-28, Jakarta:n BPK-GM, 2009, 473
[25]  Barlay M. Newman, Philip C. Stiae, M.K Sembiring (ed),  Injil Matius, , Jakarta: LAI, 2008, 68
[26] T.C Mitchell, “Mezbah”, D.J Douglas, dalam, Ensiklopedia Alkitab Masa KIni  JIlid II M-Z, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih , 2008, 81

[27] Empat kitab yang mencatat pergumulan orang-orang Yahudi setia melawan kekuatan penyerapan Helenis dalam abad kedua sM. Tujuan kitab Makabe agaknya adalah membenarkan petualangan militer atas dasar pertimbangan bahwa kebebasan politik adalah hal mendasar bagi kebebasan Yahudi dan juga untuk menegaskan pentingnya Bait Allah dan Hukum Taurat. (lih. W.R.F Browning, Op. Cit., 270)
[28] W.R.F Browning, Op.Cit., 269
[29] W.R.F Browning, Op.Cit., 462

1 komentar: